Sudah Layakkah Kamu Jadi Mahasiswa atau Malah Sudah Jadi Mahasewa!
Berita Kita Bersama Jery Syukur- Akan membahasnya. Menurut saya terjadi perbedaan yang amat sangat signifikan dari Tema di atas. Coba Baca berita dibawah ini!
![]() |
Gambar : Meta Ai |
Mahasiswa: Antara Idealisme Tujuan Awal dan Stigma Kepentingan Pribadi
Dipublikasikan: 26 Mei 2025 | Oleh: Jery Syukur
Tempat Penulisan: Kos Pinggir Kali Kota Malang | Waktu: 22.00
Dunia kemahasiswaan seringkali diidentikkan dengan idealisme, semangat perubahan, dan kontribusi bagi masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul pula pandangan bahwa sebagian mahasiswa mulai bergeser dari tujuan mulia tersebut, lebih fokus pada kepentingan pribadi dan pragmatisme. Artikel ini akan mengulas kedua sisi tersebut, mencoba memahami dinamika yang terjadi di kalangan mahasiswa saat ini.
Jejak Idealisme: Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan
Secara historis, mahasiswa memegang peran penting dalam berbagai perubahan sosial dan politik di banyak negara, termasuk Indonesia. Tujuan awal menjadi mahasiswa seringkali bukan hanya untuk meraih gelar, tetapi juga untuk mengembangkan diri, memperluas wawasan, dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Banyak mahasiswa yang aktif dalam organisasi, kegiatan sosial, riset, dan advokasi, menunjukkan bahwa semangat idealisme itu masih ada.
Beberapa studi menunjukkan bahwa keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler dan sosial dapat meningkatkan soft skills mahasiswa, rasa empati, dan kesadaran sosial. [Sumber: Penelitian tentang dampak kegiatan mahasiswa terhadap pengembangan karakter, (Aprina Jovanka Sirait, Chontina Siahaan)Tahun 2020]
Mahasiswa yang berpegang pada tujuan awalnya cenderung memiliki motivasi intrinsik yang kuat, melihat pendidikan sebagai sarana untuk mencapai sesuatu yang lebih besar dari sekadar keuntungan material pribadi.
Stigma Kepentingan Pribadi: Realitas atau Mitos?
Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri adanya stigma bahwa sebagian mahasiswa saat ini lebih individualistis dan pragmatis. Tekanan persaingan kerja yang ketat, tuntutan ekonomi, dan perubahan nilai sosial disebut-sebut sebagai beberapa faktor pemicu.
Fenomena 'mahasiswa kupu-kupu' (kuliah-pulang, kuliah-pulang) atau yang hanya fokus pada pencapaian akademis demi IPK tinggi untuk melamar kerja, sering dijadikan contoh pergeseran ini. Kepedulian terhadap isu sosial atau partisipasi dalam gerakan mahasiswa dianggap menurun.
Beberapa pengamat berpendapat bahwa sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada industri dan pasar kerja turut membentuk pola pikir mahasiswa yang lebih pragmatis. [Sumber: Opini ahli pendidikan mengenai kurikulum dan dampaknya, (Dwi Putri Musdansi M.Pd) Tahun 8 Agutus 2017]
Penting untuk dipertimbangkan bahwa apa yang tampak sebagai 'kepentingan pribadi' bisa jadi merupakan strategi adaptasi mahasiswa terhadap tantangan zaman yang semakin kompleks.
Menimbang Realita: Kompleksitas Peran Mahasiswa
Menilai apakah mahasiswa telah menyimpang dari tujuan awalnya atau terjebak stigma kepentingan pribadi tidaklah sederhana. Realitasnya jauh lebih kompleks dan multifaset. Banyak mahasiswa yang berhasil menyeimbangkan antara pengembangan diri untuk karir masa depan dengan tetap memegang teguh idealisme dan kontribusi sosial.
Faktor eksternal seperti kondisi ekonomi keluarga, akses terhadap informasi, dan lingkungan pergaulan juga sangat memengaruhi cara pandang dan prioritas seorang mahasiswa. Tidak adil untuk melakukan generalisasi.
Perguruan tinggi memiliki peran krusial dalam membina karakter mahasiswa agar tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan integritas. Kurikulum yang holistik dan budaya kampus yang suportif dapat membantu mahasiswa menemukan keseimbangan.
Jadi, "mahasewa" dalam konteks ini lebih merujuk pada perilaku atau sikap individual yang lebih egois atau oportunistik, bukan sebagai kategori yang jelas atau umum digunakan dalam konteks pendidikan.
Dalam hal ini, "mahasewa" mungkin memiliki karakteristik seperti:
- Lebih fokus pada keuntungan pribadi dan kepentingan sendiri
- Kurang peduli dengan isu-isu sosial dan politik
- Lebih oportunistik dalam mencapai tujuan pribadi
- Mungkin tidak terlalu peduli dengan dampak tindakan mereka terhadap orang lain atau masyarakat
Sementara itu, "mahasiswa" dalam konteks ini lebih merujuk pada individu yang sedang belajar di perguruan tinggi atau universitas, yang mungkin memiliki karakteristik seperti:
- Lebih peduli dengan isu-isu sosial dan politik
- Aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan organisasi
- Lebih fokus pada pengembangan diri dan pengetahuan
- Mungkin lebih peduli dengan dampak tindakan mereka terhadap masyarakat
Perlu diingat bahwa kedua konsep ini tidak sepenuhnya terpisah dan mungkin ada overlap antara keduanya. Beberapa individu mungkin memiliki karakteristik dari kedua konsep ini, dan tidak semua mahasiswa atau individu yang egois/opurtunis dapat digolongkan secara jelas dalam salah satu kategori.
Dengan demikian, penting untuk memahami bahwa perilaku dan sikap individual dapat sangat beragam dan tidak selalu dapat digolongkan secara jelas dalam kategori tertentu.
Kesimpulan
Pada akhirnya, menjadi mahasiswa adalah sebuah perjalanan personal sekaligus sosial. Apakah seorang mahasiswa tetap setia pada tujuan awalnya atau cenderung pada kepentingan pribadi adalah pilihan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Yang terpenting adalah bagaimana setiap individu mahasiswa dapat merefleksikan perannya dan berusaha memberikan dampak positif, sekecil apapun, bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Diskursus ini penting untuk terus mengingatkan kita semua akan esensi sejati dari dunia kemahasiswaan.
Catatan: Artikel ini bersifat analitis. Untuk data dan sumber yang lebih spesifik, pembaca dianjurkan untuk melakukan riset lebih lanjut dari sumber-sumber akademis dan jurnal terpercaya.
0 Response to "Sudah Layakkah Kamu Jadi Mahasiswa atau Malah Sudah Jadi Mahasewa!"
Posting Komentar